Senin, 19 Maret 2012

CHAPTER 2

Aku menatapnya, segera setelah aku tau telah mematahkan hatinya.. Hatinya yang juga adalah hatiku sendiri.. Aku mencoba tersenyum padanya, berniat memperbaiki kesalahanku padanya, kekejianku padanya.. Tapi betapa terkejutnya aku, melihat pipinya yang basah oleh air mata.. Aku bahkan tidak mendengar isak tangisnya???

Tapi dalam kesenduan wajahnya, dalam tatapannya yang penuh kesedihan & kehampaan, aku bisa merasakan kemenangannya yang mutlak atas diriku.. Aku berlutut menyerah padanya tanpa aku sadari.. Dalam senyum lembutnya yang penuh kesakitan, kemarahanku seketika memuncak! Beraninya ia, hatiku sendiri, mengalahkanku tanpa sempat aku melakukan perlawanan.. Inilah yang paling kubenci dari setiap tarikan nafasku yang kini terasa menyakitkan.. Aku dikalahkan, tanpa perlawanan!!

Aku memandang hatiku sendiri dengan kebencian penuh.. “Beraninya kau lakukan ini padaku!!” aku benar2 ingin menghardiknya lebih keras lagi, lebih banyak lagi.. Tapi aku sadar, aku telah kehilangan kekuatanku..

Ia hanya tersenyum, memapah tubuh lunglaiku.. Aku memelototinya, menggeram dalam keputusasaanku.. Tapi aku benar2 tidak mampu menolak pelukannya saat ini.. Begitu lembut tapi sekaligus begitu menyiksaku..

“Aku benar2 membencimu..” berulang kali aku katakan itu, berulang kali juga kulihat kilat kemenangan di matanya.. Aku tau saat itu juga, setiap saat aku mengutarakan kebencianku, bahwa aku telah kalah telak..

Hatiku telah menguasaiku, bukan dengan kekerasan tekad & perjuangan tanpa kenal lelah & tanpa takut, yang selama ini biasa aku lakukan.. Hatiku menguasaiku dengan caranya sendiri, aku benci mengakuinya, tapi kelembutannya membuatku gila.. Aku dipenuhi kebencian terburuk & kegilaan pada hatiku sendiri.. Memakinya atas kelancangannya menguasai setiap senti perasaanku.. Aku tidak seharusnya selemah ini.. Kelembutan adalah racun pelemah jiwa, aku tidak seharusnya melunak pada hatiku sendiri, seharusnya ini tidak terjadi.. Hatiku telah berlaku kurang ajar..

Lalu aku mengawasinya, dalam kelemahanku, melihatnya tersenyum penuh kelembutan.. Matanya yang menerawang dengan tatapan yang paling kubenci.. Hatiku meracuniku dengan kelembutannya.. Tidak sadarkah hatiku, menjadi lembut adalah seperti kau memasang bendera putih di depan benteng pertahananmu.. Mempersilakan musuh masuk ke dalam benteng pertahanan seolah mereka sedang bertamasya sehingga dengan mudahnya mereka menyerbu & menaklukkan benteng yang telah dibangun dengan susah payah.. Aku benar2 membencinya.. Sekarang aku benar2 berharap ia masih tertidur pulas, hatiku itu harusnya masih tertidur.. Ini sebuah kesalah besar.. Aku hanya tinggal menunggu kehancuranku sendiri… Aku dikuasai kegilaan dalam kebencian tehadap hatiku sendiri..

Tidak ada komentar:

Posting Komentar